siapa mereka?
Saat diwawancara, Bob dan Thinus sedang ada di sekolahnya. Keduanya sekarang duduk di kelas XII. Bedanya, Bob duduk di kelas XII IPA sedangkan Thinus duduk di kelas XII Bahasa. Keduanya merasa sangat senang mendapatkan kabar lolos dirinya lolos dan tergabung dalam tim penelitian bersama NASA.
"Saya merasa bangga dan senang. Saya tidak menyangka bisa lolos dalam tim ini. Sebelumnya saya tidak terpikir bisa berhasil, tapi jika semua sudah diatur Tuhan semua itu bisa terjadi", ungkap Thinus.
Bob dan Thinus sendiri masih berusia 18 tahun. Bob lebih menyukai pelajaran fisika. Meskipun begitu, sebelumnya dia bercita-cita sebagai pendeta. Namun, setelah tahu dirinya lolos seleksi penelitian ini, dia terpacu untuk bermimpi menjadi seorang ilmuwan.
"Sebenarnya saya bercita-cita menjadi pendeta, setelah lolos seleksi ini saya terpikir menjadi ilmuwan", ujar Bob dengan sedikit malu-malu.
Berbeda dengan Bob, Thinus lebih menyukai mata pelajaran bahasa. Bahkan dirinya juga mengaku ingin menjadi ambassador atau duta besar. Setelah lulus SMA, dia juga ingin melanjutkan kuliah ke Manado. Dia menilai, karena kemampuan bahasa yang mumpuni, dia bisa lolos dalam seleksi ini.
Apa yang mereka lakukan untuk NASA?
Sebelumnya, Dinas Pendidikan berkunjung ke sekolah-sekolah dan menjaring anak-anak berprestasi untuk gabung dalam penelitian yang bekeja sama dengan NASA. Pada awal bulan Oktober, Bob dan Thinus mengikuti seleksi awal di Dinas Pendikan Jayapura. Seperti yang dituturkan Bob, dari SMA Advent Doyo Baru ada 12 anak yang mengikuti seleksi awal. Lalu mengerucut menjadi empat orang, hingga akhirnya terpilihlah Bob dan Thitus.
Dua anak Papua ini tergabung dalam tim Padi. Penelitian yang akan mereka kerjakan tentang uji coba apakah padi bisa tumbuh di luar angkasa dinamai “how to grow rice in space”. Seperti yang diketahui, kondisi atmosfer, gaya gravitasi dan tekanan udara di luar angkasa jauh berbeda dari bumi. Ide penelitian tersebut dicanangkan oleh para ahli dan Dinas Pendidikan.
Seperti diberitakan sebelumnya, kedua kelompok siswa ini menyiapkan perangkat eksperimen dalam bentuk micro-lab tersebut selama enam bulan terakhir. Pada Januari berhasil lolos flight-test NASA yang sangat ketat dan boleh diluncurkan ke International Space Station (ISS) dengan menumpang kapal kargo Cygnus
Hasil eksperimen tersebut secara resmi telah diangkut oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA), Rabu 23 Maret 2016 untuk dilakukan penelitian.
Pesawat tak berawak milik Badan Antariksa AS (NASA) Roket Atlas V, melesat ke angkasa dari Cape Canaveral, Florida menuju orbit pada ketinggian sekitar 400 km (low earth orbit) pada pukul 23.05 waktu setempat atau pukul 11.05 waktu Jakarta tadi.
Dikutip dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), roket tersebut terbang dari Cape Canaveral menuju orbit rendah bumi membawa dua eksperimen buatan siswa Indonesia tersebut.
Kebanggaan ini terungkap jelas dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, maupun penyelenggara (Indonesia Space Research Group). Pasalnya, pencapaian itu tidak hanya upaya untuk menjadikan nasi dan tempe sebagai makanan pokok di luar angkasa, melainkan menjadi bagian dari kampanye bahwa Indonesia juga punya peneliti yang bagus, dan punya obyek asli Indonesia, yakni tempe.
“Saya kira, ini berita bagus bagi bangsa indonesia. Terutama kalangan anak muda, yang punya prestasi bisa masuk dan dikawal NASA. Kita tahu, untuk penelitian masuk ke NASA itu prosedurnya tidak mudah,” ujar Muhammad Dimyati selaku Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek Dikti, seperti dikutip dari laman resmi LIPI.
Kebanggaan yang sama juga disampaikan Kepala LIPI, Iskandar Zulkarnain. Selain sebagai sebuah prestasi, hal ini diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi dunia pendidikan di Indonesia, untuk memberikan perhatian dan pemikiran yang serius, guna mendorong tumbuh kembang semangat meneliti di kalangan generasi muda sejak dini.
No comments:
Post a Comment