Pada waktu pertama kita mendengar ada seorang astronot yang mendarat dibulan pasti yang kita dengar adalah n seorang Neil Amstrong, dan kawan-kawan. Hal itu mungkin tidak menjadi permasalahan bagi kita sebagai seorang muslim untuk mengkaji hal tersebut dari perspektif penetapan hukum fiqih mengingat pertama kali mereka yang
mendaratkan kaki di bulan adalah orang yang notabene bukan orang Islam.
Kajian kita tidak jauh hanya sebatas bagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh mereka apakah relevan dengan ajaran-ajaran penegatahuan umum kita atau bahkan apakah hasil penelitian itu sesuai dengan penggambaran yang telah dijelaskan dalam kitab suci Al Qur’an.
Kepoisme telah berkonsultasi dengan beberapa orang pakar, dan berikut kami akan coba mengupas bagaimana mekanisme sholat diluar angkasa yang tentu tidak terlepas dari tata cara bersucinya, sesuai dengan kaidah ushulul fiqh al amru bi al syai’ amrun bi wasailihi.
Tata Cara berwudhu di luar angkasa
Tata cara bersuci (wudhu) diluar angkasa, sesuai dengan ilmu fiqih yang paling utama adalah dengan menggunakan air, tapi apabila tidak memungkinkan maka bisa dilakukan dengan tayamum dan apabila keduanya tidak bisa diperoleh maka bisa diqiyaskan dengan keberadaan shalat yang bisa dilakukan dengan cara dengan isyarat.
Adapun dalil yang kami jadikan rujukan dalam hal kemudahan melaksanakan wudhu atau ibadah yang lain dalam keadaan darurat yaitu :
1. Firman allah dalam surat Al Baqoroh
ayat 286 :
ﺎﻬﻌﺳﻭ ﻻﺍ ﺎﺴﻔﻧ ﻪﻠﻟﺍﺍ ﻒﻠﻜﻳﻻ
Artinya : “ Allah tidak membebani
seseorang sesuai dengan
kesanggupannya.”
2. Hadits riwayat Bukhari Muslim, AnNasai , Ahmad yang artinya :
“Hendaklah kamu permudah, jangan kamu persulit dan hendaklah kamu gembirakan jangan kamu bikin mereka lari menjauh.”
3. Kaidah ushulul fiqh :
ﺓﺭﻮﻀﺤﻤﻟﺍ ﺢﻴﺒﺗ ﺓﺭﻭﺮﻀﻟﺍ ﺮﻴﺴﻴﺘﻟﺍ ﺐﻠﺠﺗ ﺔﻘﺸﻤﻟﺍ
Azas-azas tersebut diatas meliputi azas
tidak sulit dan menyulitkan.
Tata Cara menentukan waktu Sholat.
Didalam Al Qur’an dan sunnah terdapat nash Al qur’an yang bersifat qoth’I ( sudah jelas dan pasti petunjuknya )
dan ada yang bersifat dzanni (diduga kuat petunjuknya ) yang menerangkan adanya kaitan perintah sholat dan gerakan atau perjalanan matahari ( lokasi dan posisinya ), misalnya Surat Al Isra’ ayat 78 yang artinya :
“Dirikanlah shalat sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam 9 dan dirikanlah shalat subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan ( oleh malaikat ).”
Berdasarkan ayat tersebut diatas maka jelaslah bahwa ketetapan utama dari Al Qur’an mengenai waktu shalat fardhu yaitu tergelincirnya matahari untuk waktu shalat dhuhur dan ashar, gelap malam untuk maghrib dan isya’,dan fajar untuk waktu subuh.
Ketetapan fiqih yang diperoleh dari nash Al qur’an dan sunnah yang qoth’i adalah bersifat universal dan berlaku untuk seluruh umat islam sepanjang masa.
Lantas bagaimana kita menentukan waktu Sholat tersebut, sedangkan waktu Lama sehari semalam di luar angkasa tak seperti di Bumi. Setiap 45 menit, sudah jadi siang. Kemudian 45 menit lagi jadi malam,
Sesuai dengan hukum islam yang tidak menyulitkan dalam batas jangkauan manusia sejalan dengan kemajuan zaman , maka ketentuan waktu shalat berdasarkan ayat tersebut diatas tidak berlaku di seluruh daerah, melainkan hanya berlaku di daerah bumi yang normal. Sedangkan untuk daerah yang abnormal adalah termasuk di luar angkasa karena disana tidak ada perputaran waktu antara siang dan malam.
Namun demikian tetap wajib hukumnya dalam menjalankan ibadah shalat fardhu.
Adapun tata cara penentuan waktu shalat di luar angkasa yaitu dengan mengikuti waktu daerah pertama kali pesawat yang dipakai itu bertolak.
Hal ini diqiyaskan sesuai dengan daerah terdekat yang berlaku didaerah kutub. Dimana derah kutub mengalami
perubahan waktu malam terus dan pada suatu saat siang terus.
Firman Allah SWT :
ﻚﻬﺟﻭ ﻝﻮﻓ ﺖﺟﺮﺧ ﺚﻴﺣ ﻦﻣﻭ
ﺎﻣﻭ ﻚﺑﺭ ﻦﻣ ﻖﺤﻠﻟ ﻪﻧﺍﻭ ﻡﺍﺮﺤﻟﺍﺪﺠﺴﻤﻟﺍﺮﻄﺷ
ﻥﻮﻠﻤﻌﺗ ﺎﻤﻋ ﻞﻓ ﺎﻐﺑ ﻪﻠﻟﺍ
Artinya : “ Dan darimanapun engkau ( Muhammad ) keluar, hadapkanlah wajahmu kearah masjidil haram sesungguhnya itu benar-benar ketentuan dari Tuhanmu. Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.“ ( Q.S. Al Baqoroh : 149 ).
ﻥﻮﻜﻳﻼﺌﻟ ﻩﺮﻄﺷ ﻢﻜﻫﻮﺟﻭﺍﻮﻟﻮﻓ ﻢﺘﻨﻛ ﺎﻣ ﺚﻴﺣﻭ
ﻢﻬﻨﻣ ﺍﻮﻤﻠﻇ ﻦﻳﺬﻟﺍﻻﺍ ﺔﺠﺣ ﺢﻤﻜﻴﻠﻋ ﺱﺎﻨﻠﻟ
ﻢﻜﻴﻠﻋ ﻲﺘﻤﻌﻧ ﻢﻤﺗﻻﻭ ﻲﻧﻮﺸﺧﺍﻭ ﻢﻫﻮﺴﺤﺗﻼﻓ
ﻥﻭﺪﺘﻬﺗ ﻢﻜﻠﻌﻟﻭ
Artinya : “ Dan dimana saja kamu berada,maka hadapkanlah wajahmu kearah itu, agar tidak ada alasan bagi
manusia ( untuk menentangmu ) ,kecuali orang-orang zalim diantara mereka. Janganlah kamu takut kepada mereka,tetapi takutlah kepada-Ku, agar Aku sempurnakan ni’mat-Ku kepadamu,dan agar kamu mendapat
petunjuk. “ ( Q.S. Al-Baqoroh : 150 ).
Berdasarkan dalil-dalil diatas bahwa sholat tetap wajib dilaksanakan walaupun dimana saja dan dalam kondisi apapun termasuk ketika diluar angkasa.
Adapun tata cara melakukan shalat diluar angkasa sama halnya melakukan shalat dibumi, yaitu apabila tidak bisa berdiri tegak boleh dengan duduk, kalau tidak bisa duduk boleh dengan cara tidur posisi miring, dan apabila tidak bisa boleh dengan terlentang.
Sedangkan dalam hal menentukan arah kiblat yaitu dengan menghadap kearah Masjidil Haram walaupun hanya dengan perkiraan atau keyakinannya. Berdasarkan uraian diatas , maka kami menyimpulkan bahwa dalam menjalankan ibadah bersuci dan shalat diluar angkasa bisa mendapat rukhsoh dari segi hukum islam.
Adapun tata cara wudhu diluar angkasa dengan menggunakan air, kalau tidak memungkinkan menggunakan air
maka menggunakan debu walaupun dengan simbolis.
Sedangkan arah kiblat dengan menghadap kearah masjidil haram, walaupun tidak mengetahui arah masjidil haram secara pasti , maka dengan keyakinan sholatnya tetap sah.
Adapun tata cara pelaksanaannya sebagaimana cara melaksanakan sholat dibumi.
Kesimpulan : Islam itu mudah bukan?. wallohu a'lam bishshowab. (RZL)
No comments:
Post a Comment